Rabu, 21 Januari 2009

Kisah Perang Al-Ahzab dan Perang Bani Quraizhah

Pada pembahasan ini terdiri dari 5 sub bahasan :
1.Gambaran umum perang al-ahzab ( dari aya ke 9 sampai ayat ke 11 )
2.Sikap yang hina dari kaum munafikin dan yahudi dalam perang al-ahzab ( dari ayat ke 12 sampai ayat ke 21 )
3.Sikap pengorbanan dan juang dari kaum muslimin ( dari ayat ke 22 sampai ayat ke 24 )
4.Kemenangan kaum mu’minin dan kekalahan kaum kafirin ( ayat ke 25 )
5.Gambaran umum perang Bani Quraidzhah ( dari ayat ke 26 sampai ayat ke 27 )

Pertama:
Gambaran umum perang al-ahzab ( dari aya ke 9 sampai ayat ke 11 )
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا . إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الْأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا . هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالًا شَدِيدًا
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan. (yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat” (Al-Ahzab:9-11)

Inilah ayat-ayat yang “menjelaskan sejarah besar dalam perjalanan da’wah islam, dan perjalanan jamaah islam; gambaran tentang sikap dari ujian yang berat, yaitu perang ahzab, yang terjadi pada tahun ke 4 Hijriyah, ujian terhadap jamaah yang sedang melangkah ke depan, memiliki nilai-nilai dan persepsi-persepsinya yang utuh”. [1]

Sebab Turunnya Ayat
Diantara sebab turunnya ayat ini adalah : “Seperti yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Hudzaifah ra, berkata: sungguh kami telah melihat pada malam ahzab, dan kami bershaf-shaf dalam keadaan duduk, dan Abu Sufyan serta orang-orang yang bersamanya dari para sekutu berada di atas kami, sementara Bani Quraidzah berada di bawah kami, kami khawatir terhadap anak-anak dan keluarga kami, dan tidak ada suatu malam yang begitu gelap kecuali pada malam itu, dan tidak angin yang begitu kencang dan udara dingin kecuali pada saat itu, sementara orang-orang munafik banyak yang minta izin kepada Rasulullah saw, mereka berkata bahwa rumah-rumah kami dalam keadaan terbuka, padahal sebenarnya tidaklah terbuka, namun tidak ada yang meminta izin kepada nabi saw diantara mereka kecuali beliau mengizinkannya, sehingga mereka pergi, dan ketika itu nabi memanggil kami satu persatu hingga diriku, beliau berkata: bawalah kepada kami berita tentang keadaan kaum, maka akupun menghampirinya, dan saat itu angin topan menimpa kemah-kemah mereka, sehingga berantakan, dan demi Allah aku mendengar suatu batu menimpa kendaraan dan kuda-kuda mereka, angin kencang telah menimpa mereka sehingga mereka berkata: ayi kita pergi… ayo kita pergil.!! lalu akupun pulang dan mengabarkan berita yang aku dapatkan, sehingga turunlah ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُوْدٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيْحًا وَجُنُوْدًا لَمْ تَرَوْهَا وَكَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرًا
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ahzab:9)

Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya
Adapun hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya; bahwa ayat ini merupakan penggambaran “dari realisasi terhadap apa yang terjadisebelumnya; yaitu perintah bertaqwa kepada Allah, sehingga tidak ada yang ditakuti kepada selain Allah, yaitu ketika terjadi persekutuan orang-orang kafir dan kondisi yang begitu mencekam terhadap para sahabat, saat itu orang-orang musyrik telah berkumpul bersama dengan sekutu-sekutunya; baik yahudi dan orang-orang kafir yang ada disekitarnya, mereka turun ke Madinah sehingga nabi melakukan siasat dengan membuat parit, kondisi itu sangat mencekam dan menakutkan, namun Allah berkehendak lain sehigga umat Islam mampu mengalahkan mereka tanpa melakukan peperangan, sehingga dengan ini mengisyaratkan bahwa seorang hamba tidak boleh takut kepada selain Allah, karena cukup bagi seorang muslim Allah sebagai pelindung dan memberikan keamanan dari segala tipu daya dan makar, karena Allah Maha Kuasa atas segala yang mungkin terjadi dan tidak mungkin terjadi, berkuasa memenangkan umat Islam atas musuhnya orang-orang kafir, padahal saat itu mereka dalam keadaan lemah, dan orang-orang kafir Quraisy dan yahudi memiliki kekuatan yang besar, persenjataan lengkap dan jumlah pasukan yang banyak”. [3]

Sebelum kita membahas ayat tentang perang Al-Ahzab dan perang bani Quraizhah, ada baiknya kita bahas terlebih dahulu sekelumit sejarah tentang perang Al-Ahzab, agar bisa kita jadi ibrah (pelajaran) dan memahami kondisi sebenarnya tentang perang Al-Ahzab.

Bahwa perang Khandak atau yang dikenal dengan perang Al-Ahzab merupakan perang yang masyhur dalam sejarah Islam, yaitu sebagai salah satu perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw, sebagaimana perang ini juga dikenal dengan perang tanpa baku hantam dan saling bunuh, sehingga tidak banyak jatuh korban, baik yang syahid dari kalangan umat Islam atau mati konyol dari kalangan orang-orang kafir yang telah lama menunggu saat perang, kecuali hanya sedikit yang menjadi korban, hal tersebut terjadi karena pertolongan Allah dan rahmat-Nya, sehingga Rasulullah saw dan para sahabatnya tidak perlu turun ke medan perang.

Dan perang ini dinamakan dengan perang ahzab karena ayat ini menjelaskan bahwa para sekutu agresor dengan ahzab (sekutu) yang berkumpul dari berbagai macam suku dan ras serta kelompok untuk memerangi Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman, dan dinamakan juga dengan perang khandak karena nabi saw dan umat Islam menetapkan untuk menggali tanah menjadikan parit untuk dijadikan sebagai penghalang dan penghambat laju musuh dan serbuan para musuh dalam perang perang tersebut.

Tulisan ini tidak bermaksud merinci kisah perang ahzab -seperti yang secara uslubnya dijelaskan pada buku-buku sirah- namun hanya sekedar mengisyaratkan di dalamnya beberapa sikap dan pengaruh-pengaruhnya seperti yang termaktub dalam hikmah Al-Quran; yaitu sebagai pelajaran, peringatan dan ancaman, sebagaimana yang kita fahami bersama dalam nash-nash Al-Quran dari berbagai kisah atau peristiwa tentang perang pada masa nabi dalam bentuk yang umum.
Sebagaimana pula “bahwa nash Al-Quran tidak menyebutkan sosok, atau orang tertentu, untuk menggambarkan contoh dari manusia dan tipenya. Tidak merinci peristiwa namun hanya bagian-bagiannya saja, untuk menggambarkan akan nilai-nilai yang tetap dan sunnah yang kekal. Inilah yang tidak akan habis dengan habisnya peristiwa, tidak akan terputus dengan hilangnya sosok, dan tidak akan hilang dengan hilangnya pelaku, karena itu kaidah ini akan terus ada dan menjadi contoh bagi setiap generasi dan zaman. Penuh dengan sikap dan peristiwa dengan takdir Allah yang Maha Menguasai atas segala peristiwa dan kejadian, dan menampakkan di dalamnya akan kekuasaan Allah yang Maha Kuasa dan tadbirnya yang Maha Lembut, berdiri pada setiap marhalah dalam setiap perang untuk mengarahkan dan mengikat dengan pondasinya yang agung”. [4]

“Perang yang akan kita pelajari ini (perang ahzab) terjadi pada bulan Syawwal tahun kelima hijriyah, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Ishak dan Urwah bin Az-Zubair, Qatadah, Baihaqi dan para ulama sejarah lainnya, karena peristiwa ini terjadi setelah berlalu 2 tahun dari perang uhud, sementara perang uhud terjadi pada tahun tiga hijriyah, dan antara perang uhud dengan perang ahzab terjadi beberapa peperangan kecil; seperti yaum Ar-raji’, dan rahtu adhal dan Al-Qarah, dan pada peristiwa tersebut banyak yang syahid para sahabat seperti Zaid bin Ad-datsnah dan Khabib dan sahabat yang lainnya di daerah ma hudzail, kemudian bi’ru ma’unah, kemudian ijla bani An-Nadhir, Ghazwah Dzatu riqo, badar al-Akhirah, kemudia Ghazwah daumatul jundul kemudian Khandak”.[5]

Adapun diantara sebab terjadinya perang ini adalah ketika nabi saw tinggal di Madinah dan melakukan perjanjian damai dengan beberapa kelompok Yahudi di Madinah; Bani Quraizhah dan Bani An-Nadhir untuk hidup berdampingan di kota Madinah, namun Bani Nadhir melanggar perjanjian, dan diantara pemimpin Yahudi Huyay bin Akhtab, dari kalangan Yahudi Khaibar yang memiliki ikatan perjanjian dengan mereka, karena mereka tinggal di desa yang disebut dengan Zuhrah.

Ketika Nabi saw pergi untuk suatu kebutuhan dan bersamanya para sahabat, kemudian Nabi duduk disamping rumah mereka, dan ketika itu dari orang yahudi berniat ingin membunuhnya, hingga dia naik ke atap rumah untuk menjatuhkan batu besar atasnya dan membunuhnya, kemudian datang wahyu dari Allah memberitahukan niat buruk mereka, maka nabipun bangkit dan pergi dengan segera ke kota Madinah, dan ketika diketahui bahwa mereka telah melanggar perjanjian dengan rasulullah saw, nabi mengutus Muhammad bin Salamah mengabarkan kepada mereka untuk keluar dari kota Madinah, namun salah seorang dari pemuka Yahudi (Huyay bin Akhtab) melarang mereka untuk pergi, maka nabi dan para sahabat keluar dan mengepung mereka hingga 6 hari lamanya, sehingga dalam hati mereka tertimpa rasa takut, dan merekapun meminta kepada nabi untuk melepas mereka dan membiarkan mereka pergi dari kota Madinah, diantara mereka ada yang pergi ke Khaibar dan ada yang pergi ke kota Adra’ di negeri Syam.

Dan setelah Rasulullah saw dan sahabatnya berhasil mengusir mereka, pemuka Yahudi yaitu Huyay bin Akhtab dan beberapa pemuka Yahudi lainnya pergi menuju Mekkah menjumpai suku Quraisy, mengompori mereka untuk memerangi Rasulullah saw, dan mereka berkata kepada suku Quraisy bahwa kami akan bersama kalian dalam satu barisan untuk menghancurkan mereka (nabi dan umat Islam), maka suku Quraisy menyutujuinya karena permusuhan mereka terhadap Rasulullah saw yang begitu kental, dan ditegaskan oleh ibnu Ishak tentang kisah ini : “Adapun yang mengompori perang untuk melawan Rasulullah saw pada bulan Syawal, adalah karena pengusiran yang dilakukan oleh Rasulullah saw terhadap Bani Nadhir dari tempat tinggal mereka”.[6]

Dan bukan hanya Huyay bin Akhtab yang mengajak Quraisy dan sekutunya untuk memerangi nabi dan sahabatnya di Madinah, namun juga di sertai oleh partnernya; yaitu Salam bin Abi Al-haqiq An-nadhari, Rasbi bin Abi Al-Haqiq An-Nadhari, Haudzah bin Qais Al-Waili, Abu Ammar Al-Waili, mereka adalah para pemuka yang sangat benci dan dengki terhadap Rasulullah saw saat beliau tinggal di kota Madinah dan mengusir salah satu kaum dari Yahudi, mereka juga ikut keluar menuju Quraisy di Mekkah; mengajak mereka untuk memerangi Nabi saw, mereka berkata; Kami akan bersama kalian hingga kita bisa menghancurkannya. Maka Quraisy pun berkata kepada mereka: wahai bangsa Yahudi; sesungguhnya kalian adalah ahlu kitab pertama, dan memahami apa yang terjadi dari perbedaan kami dengan Muhammad, apakah agama kami yang lebih baik atau agamanya?

Mereka berkata: “Agama kalian adalah yang lebih baik dari agamanya, karena kalian lebih berhak darinya”. Dia berkata: maka dari itulah turun ayat kepada mereka:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا نَصِيْبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُوْنَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوْتِ وَيَقُوْلُوْنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا هَؤُلاَءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا سَبِيْلاً
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman”. (An-Nisa:51)

Maka setelah mereka berkata demikian, suku Quraisy bergembira dan bersemangat untuk memerangi nabi, dan merekapun akhirnya bersatu dan menyiapkan segala perbekalan untuknya”. [7]
Bersambung insya Allah…al-ikhwan.net
______________________________________
[1]. Fi Dzilal Al-Qur’an, jil. 5, hal. 2832
[2]. Lihat: Asbab Nuzul, Al-wahidi, jil. 1, hal. 172, Tafsir Ibnu Katsir, jil. 3, hal. 473, Tafsir Al-Qurtubi, jil. 2, hal. 341
[3]. Tafsir Al-Kabir, jil. 25, hal. 171
[4]. Fi Zhilal Al-Qur’an, jil. 5, hal. 2835-2836
[5]. Lihat: Fathul Bayan fi Maqhasid Al-Qur’an, Jil. 11, hal. 52
[6]. Sirah Nawabiyah, Thobari, tahqiq Jamal Badran, hal. 202
[7]. Lihat: Sirah Nabawiyah, hal. 202

Perang Bani Nadhir

Sejak jaman dahulu, bangsa Yahudi memang dikenal sebagai ahli makar. Pembunuhan terhadap para Nabi dan kekejian lainnya tidak lepas dari tangan-tangan mereka. Berbagai peperangan yang muncul di jaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga lahir dari persekongkolan jahat mereka. Salah satunya adalah Peperangan Bani Nadhir.

Sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, sudah ada tiga kabilah besar bangsa Yahudi yang menetap di negeri tersebut. Mereka adalah Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Masing-masing kabilah ini mempunyai sekutu dari kalangan penduduk asli Madinah yaitu Aus dan Khazraj. Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir bersekutu dengan Khazraj, sedangkan Bani Quraizhah menjadi sekutu Aus.
Setiap kali terjadi peperangan di antara mereka dengan sekutu masing-masing, orang-orang Yahudi mengancam kaum musyrikin (Aus dan Khazraj) ketika itu dengan mengatakan: “Sudah tiba masanya kedatangan nabi kami. Dan kami akan memerangi kalian seperti memerangi ‘Ad dan Iram.”
Ketika muncul Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan Quraisy, berimanlah Aus dan Khazraj. Sementara orang-orang Yahudi justru kafir kepada beliau. Tentang merekalah turunnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْكَافِرِيْنَ

“Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur`an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, namun setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah: 89)
Bani Nadhir adalah salah satu kabilah terbesar bangsa Yahudi yang bermukim di sebelah selatan Madinah sebelum kedatangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, mereka pun kafir kepada beliau bersama orang-orang kafir Yahudi lainnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri mengadakan ikatan perjanjian dengan seluruh golongan Yahudi yang menjadi tetangga beliau di Madinah.

Sebab-sebab Terjadinya Peperangan
Ketika perang Badr usai, enam bulan setelah peristiwa besar tersebut1, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menemui dan meminta mereka agar membantu beliau dalam urusan diyat (tebusan) orang-orang Bani Kilab yang dibunuh ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamari. Merekapun berkata: “Kami akan bantu, wahai Abul Qasim (maksudnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, red.). Duduklah di sini sampai kami selesaikan keperluanmu!”
Kemudian sebagian mereka memencilkan diri dari yang lain. Lalu setan membisikkan kepada mereka ‘kehinaan’ yang telah ditakdirkan atas mereka. (Dengan bisikan itu) mereka mencoba melakukan intrik keji untuk membunuh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Salah seorang dari mereka berkata: “Siapa di antara kalian yang memegang penggilingan ini, lalu naik ke loteng dan melemparkannya ke kepalanya sampai remuk?”
Orang paling celaka dari mereka, ‘Amr bin Jihasy, berkata: “Aku.”
Namun Sallam bin Misykam berkata kepada mereka: “Jangan lakukan. Demi Allah, pasti Dia akan membongkar apa yang kalian rencanakan terhadapnya. Sungguh, ini artinya melanggar perjanjian antara kita dengannya.”
Lalu datanglah Jibril menceritakan persekongkolan busuk mereka. Beliaupun bangkit dengan cepat dan segera menuju ke Madinah. Para shahabatpun menyusul beliau dan berkata: “Anda bangkit tanpa kami sadari?” Beliau pun menceritakan rencana keji orang-orang Yahudi itu atas beliau.
Setelah itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim utusan kepada mereka untuk memerintahkan: “Keluarlah kalian dari Madinah dan jangan bertetangga denganku di sini. Aku beri waktu sepuluh hari. Siapa yang masih kedapatan di Madinah setelah hari itu, tentu aku tebas lehernya.”
Akhirnya mereka mempersiapkan diri selama beberapa hari. Datanglah kepada mereka gembong munafik Abdullah bin Ubay bin Salul, sembari mengatakan: “Janganlah kalian keluar dari rumah kalian. Karena saat ini aku memiliki sekitar dua ribu pasukan yang siap bertahan bersama di benteng kalian ini. Mereka siap mati membela kalian. Bahkan Bani Quraizhah serta para sekutu kalian dari Ghathafan tentu akan membela kalian.”
Akhirnya Huyai bin Akhthab (pemimpin Bani Nadhir, red.) tergiur dengan bujukan ini dan mengutus seseorang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengatakan: “Kami tidak akan keluar dari kampung (rumah-rumah) kami. Berbuatlah sesukamu.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat bertakbir, lalu berangkat menuju perkampungan mereka. Saat itu, ‘Ali bin Abi Thalib lah yang membawa bendera beliau.
Merekapun mengepung benteng Yahudi ini dan melemparinya dengan panah dan batu. Ternyata Bani Quraizhah meninggalkan Bani Nadhir. Bahkan sekutu mereka, Ibnu Ubay dan Ghathafan juga mengkhianati mereka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengepung mereka selama enam hari. Beliau menebang pokok-pokok (pohon) kurma milik mereka dan membakarnya.
Kemudian orang-orang Yahudi itu mengutus seseorang untuk memohon: “Kami akan keluar dari Madinah.” Beliau akhirnya memperkenankan mereka keluar dari kota itu dengan hanya membawa anak-cucu mereka serta barang-barang yang dapat diangkut seekor unta kecuali senjata. Dari sinilah kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat memperoleh harta dan senjata.
Seperlima bagian dari rampasan perang Bani Nadhir ini tidak dibagikan, dikhususkan bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para pengganti beliau (para pemimpin, khalifah, -pent.) demi kepentingan kaum muslimin. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikannya kepada beliau sebagai fai’, tanpa kaum muslimin mengerahkan seekor kuda ataupun unta untuk mendapatkannya.
Akhirnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusir mereka termasuk pembesar mereka, Huyai bin Akhthab, ke wilayah Khaibar. Beliau menguasai tanah dan rumah-rumah berikut senjata. Ketika itu diperoleh sekitar 50 perisai, 50 buah topi baja, dan 340 bilah pedang. Inilah kisah mereka yang diuraikan oleh sejumlah ahli sejarah.
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan tentang hal ini:

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَتْ أَمْوَالُ بَنِي النَّضِيْرِ مِمَّا أَفَاءَ اللهُ عَلَى رَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا لَمْ يُوْجِفْ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَيْهِ بِخَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ، فَكَانَتْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاصَّةً وَكَانَ يُنْفِقُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةَ سَنَتِهِ ثُمَّ يَجْعَلُ مَا بَقِيَ فِي السِّلاَحِ وَالْكُرَاعِ عُدَّةً فِي سَبِيْلِ اللهِ

Dari ‘Umar radhiallahu 'anhu, katanya: “Harta Bani Nadhir merupakan harta fai’ yang Allah berikan kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa kaum muslimin mengerahkan kuda dan unta untuk memperolehnya. Harta itu milik Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara khusus. Beliau menginfakkannya untuk keluarganya sebagai nafkah selama setahun, kemudian sisanya berupa senjata dan tanah sebagai persiapan bekal (jihad) di jalan Allah.”

Beberapa Pelajaran dari Kisah Ini
Berkaitan dengan peristiwa ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan awal surat Al-Hasyr (1-5) dan ditegaskan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (Kitab Al-Maghazi dan Tafsir Al-Qur`an) dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma:

عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: قُلْتُ لاِبْنِ عَبَّاسٍ سُوْرَةُ الْحَشْرِ، قَالَ: قُلْ سُوْرَةُ النَّضِيْرِ

Dari Sa’id bin Jubair, dia berkata: “Aku berkata kepada Ibnu ‘Abbas: ‘Surat Al-Hasyr.’ Kata beliau: “Katakanlah: ‘Surat An-Nadhir’.”
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ. هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِنَ اللهِ فَأَتَاهُمُ اللهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِأَيْدِيْهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِيْنَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي اْلأَبْصَارِ. وَلَوْلاَ أَنْ كَتَبَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَلاَءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ. ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَمَنْ يُشَاقِّ اللهَ فَإِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ. مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِيْنَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوْهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُوْلِهَا فَبِإِذْنِ اللهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِيْنَ

“Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama kali. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah. Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah benamkan rasa takut ke dalam hati mereka; mereka musnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (peristiwa itu) sebagai pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. Dan jikalau tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu menerangkan makna ayat ini dalam tafsirnya sebagai berikut:
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengawali surat ini dengan penjelasan bahwa semua yang ada di langit dan bumi bertasbih memuji Rabbnya, mensucikan-Nya dari semua perkara yang tidak sesuai dengan kemuliaan-Nya, menghambakan diri dan tunduk kepada kebesaran-Nya. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Perkasa lagi Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi-Nya serta tidak ada sesuatupun yang sulit bagi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Mempunyai hikmah, dalam penciptaan dan perintah-Nya. Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan segala sesuatu ini dengan sia-sia. Dan Dia tidak menetapkan syariat yang tidak mengandung kemaslahatan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak berbuat kecuali sesuai dengan hikmah-Nya. Termasuk dalam hal ini adalah pertolongan-Nya kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam atas orang-orang kafir ahli kitab dari Bani Nadhir yang melanggar perjanjian dengan Rasul-Nya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala keluarkan mereka dari rumah dan tempat tinggal yang mereka cintai.
Pengusiran mereka ini merupakan pengusiran pertama yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala atas mereka melalui tangan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka diusir hingga ke Khaibar.
Ayat yang mulia ini memberi isyarat bahwa pengusiran mereka tidak hanya terjadi dalam peristiwa tersebut. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengusir mereka sekali lagi dari Khaibar. Juga di masa pemerintahan ‘Umar radhiallahu 'anhu yang mengeluarkan seluruh Yahudi dari jazirah Arab.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: مَا ظَنَنْتُمْ (Kamu tiada menyangka), wahai kaum muslimin.
Dan firman Allah: أَنْ يَخْرُجُوا (bahwa mereka akan keluar).
Yakni, keluar dari rumah mereka karena kuatnya benteng pertahanan mereka dan mereka merasa mulia di dalamnya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِنَ اللهِ

(dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah Subhanahu wa Ta'ala).
Artinya, kokohnya pertahanan mereka ini membuat mereka bangga. Namun hal ini justru memperdaya mereka. Mereka merasa tidak akan mungkin bisa dikalahkan dan tidak ada satupun yang sanggup menghadapi mereka. Padahal kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala ada di balik itu semua. Benteng mereka sama sekali tidak dapat melepaskan diri mereka dari adzab Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan kekuatan pertahanan mereka sedikitpun tidak berguna bagi mereka.
Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan:

فَأَتَاهُمُ اللهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا

(maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka).
Tidak pernah terbetik dalam pikiran mereka bahwa mereka akan didatangi dari arah tersebut.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَقَذَفَ فِي قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ

(Dan Allah benamkan ketakutan ke dalam hati mereka).
Yaitu rasa takut yang sangat hebat. Rasa takut ini merupakan tentara Allah Subhanahu wa Ta'ala paling besar, yang tidak mungkin dilawan dengan jumlah dan persenjataan sebesar apapun. Tidak mungkin dihadapi oleh kekuatan dan kehebatan yang bagaimanapun.
Kalaupun kekalahan menimpa mereka dari arah tertentu, mereka beranggapan bahwa itu tidak lain karena benteng pertahanan mereka. Mereka merasa tenteram dengan kekokohannya. Padahal, siapa yang mempercayakan sepenuhnya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, dia pasti akan terhina. Dan siapa yang bersandar kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti hal itu menjadi bencana atasnya.
Maka datanglah ketetapan dari langit yang menerpa hati sanubari mereka yang sebenarnya merupakan lahan keteguhan dan kesabaran atau kelemahan. Allah Subhanahu wa Ta'ala lenyapkan kekuatan dan kekokohan hati itu, dan membiarkan kelemahan serta ketakutan bertahta di dalamnya. Alhasil, tidak ada lagi tipu daya serta kekuatannya. Dan keadaan ini justru menjadi kemenangan kaum mukminin atas mereka.
Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan:

يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِأَيْدِيْهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِيْنَ

(mereka musnahkan rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman).
Semua itu karena mereka pernah mengadakan kesepakatan dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mereka boleh membawa barang-barang yang dapat diangkut seekor unta. Karena itulah mereka menghancurkan atap-atap rumah yang masih mereka anggap baik. Mereka berikan keleluasaan bagi kaum mukminin –akibat kejahatan mereka sendiri– untuk menghancurkan rumah dan benteng-benteng mereka. Dengan demikian, sesungguhnya mereka sendirilah yang berbuat jahat terhadap diri mereka. Jadilah mereka sendiri yang mempunyai andil besar dalam kekalahan dan kehinaan tersebut.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي اْلأَبْصَارِ

(Maka ambillah (peristiwa itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan).
Artinya, bashirah yang tajam, akal yang sempurna. Karena sesungguhnya di dalam kejadian ini terdapat pelajaran yang membantu mengenal bagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala bertindak terhadap orang-orang yang keras kepala dan menentang kebenaran (Al-Haq), serta mengikuti hawa nafsunya. Kemuliaan mereka tidak lagi berguna. Kekuatan mereka pun tidak mampu menolong mereka. Bahkan benteng mereka tidak dapat melindungi mereka sedikitpun ketika keputusan Allah Subhanahu wa Ta'ala datang kepada mereka. Hukuman atas dosa-dosa mereka pun menimpa mereka.
Pelajaran (hukum) yang diambil berdasarkan keumuman lafadz suatu nash (ayat atau hadits) bukan berdasarkan sebab yang khusus. Sehingga, dapat dipahami bahwa ayat yang mulia ini merupakan alasan (dalil) adanya perintah untuk melakukan i’tibar (perbandingan, mengambil pelajaran). Termasuk di sini menilai suatu hal dengan hal yang semisal dengannya, atau menganalogikan (kias) suatu perkara dengan yang menyerupainya. Juga merenungkan makna dan hukum yang terdapat di dalam ketetapan-ketetapan tersebut. Di sinilah letak peranan akal dan pikiran. Melalui hal ini, pemahaman akan semakin bertambah, bashirah semakin terang, dan iman juga semakin meningkat. Selanjutnya, pemahaman yang hakikipun akan dapat diperoleh.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan bahwa orang-orang Yahudi ini tidaklah merasakan semua hukuman yang pantas mereka terima. Artinya, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberi keringanan bagi mereka.
Seandainya bukan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan pengusiran terhadap mereka dan menentukan takdir yang sama sekali tidak dapat diganti dan berubah, tentulah ada perkara lain berupa adzab dunia yang akan mereka rasakan. Akan tetapi mereka –meskipun tidak mengalami adzab yang berat di dunia– sesungguhnya mereka di akhirat telah disediakan adzab neraka yang tidak satupun mengetahui kedahsyatannya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka bahwa hukuman mereka telah selesai dan tidak ada lagi yang tersisa. Karena siksaan yang Allah Subhanahu wa Ta'ala sediakan bagi mereka di akhirat jauh lebih berat dan lebih mengerikan. Semua ini karena mereka telah menentang Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Mereka memusuhi dan memerangi Allah Subhanahu wa Ta'ala serta Rasul-Nya. Bahkan bersegera dalam mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya. Demikianlah sunnatullah (ketetapan Allah Subhanahu wa Ta'ala) terhadap orang-orang yang menentang-Nya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَمَنْ يُشَاقِّ اللهَ فَإِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

(Barangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya).
Artinya, tatkala orang-orang Yahudi Bani Nadhir mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukminin yang menebang pohon-pohon kurma, bahkan menuduh mereka berbuat kerusakan, mereka merasa mendapat celah untuk mengecam kaum muslimin. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menerangkan bahwa penebangan pohon-pohon kurma ataupun membiarkannya tetap tumbuh adalah dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perintah-Nya. Juga: وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِيْنَ (dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik).
Artinya, di sini Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kekuasaan kepada kaum mukminin untuk menebang dan membakar pohon-pohon tersebut agar menjadi hukuman dan kehinaan bagi mereka di dunia. Kemudian, dengan tindakan ini dapat diketahui betapa lengkapnya kelemahan mereka, di mana sama sekali tidak mampu menyelamatkan pohon-pohon kurma yang merupakan modal kekuatan mereka.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: لِيْنَةٍ adalah kata yang meliputi semua pohon kurma, menurut pendapat yang paling tepat dan lebih utama.
Inilah keadaan Bani Nadhir. Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala menghukum mereka di dunia, kemudian menerangkan tentang kepada siapa jatuhnya semua harta benda dan kekayaan mereka.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَمَا أَفَاءَ اللهُ عَلَى رَسُوْلِهِ مِنْهُمْ

(Dan apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (berupa harta benda) mereka), yakni dari Bani Nadhir.
Sesungguhnya kalian –wahai kaum muslimin– untuk mendapatkan itu sama sekali:

مَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ

(kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun).
Maksudnya, kalian wahai muslimin, sama sekali tidak harus bersusah payah memperolehnya, dengan mengerahkan jiwa raga dan kendaraan kalian. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melemparkan rasa takut yang sangat hebat ke dalam hati mereka, hingga akhirnya mereka datang menyerah kepada kalian. Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَلَكِنَّ اللهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Akan tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Sebagai kesempurnaan kodrat-Nya, tidak ada satupun yang dapat menghalangi-Nya dan tidak ada satupun kekuatan yang dapat mengalahkan-Nya.
Al-Fai’ menurut istilah para ulama ahli fiqih adalah harta orang-orang kafir yang diambil dengan alasan yang haq (benar) tanpa melalui pertempuran. Seperti harta (Bani Nadhir) ini, di mana mereka lari dan meninggalkannya karena takut kepada kaum muslimin. Harta ini dinamakan fai’, karena harta ini berpindah dari tangan orang-orang kafir yang tidak berhak, kepada kaum muslimin yang lebih berhak dan hukumnya berlaku secara umum.
Wallahu a’lam. (insya Allah bersambung: Perang Dzatu Riqa)

1 Ini berdasarkan keterangan Ibnu Syihab Az-Zuhri dan Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu yang menyatakan bahwa perang Bani Nadhir ini terjadi 6 bulan sesudah perang Badr Al-Kubra. Dan ini adalah kekeliruan Az-Zuhri, atau kesalahan orang yang menukil dari beliau. Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (3/249) menerangkan: “Tidak ragu lagi bahwa peristiwa ini terjadi setelah perang Uhud. Adapun yang terjadi setelah perang Badr adalah perang Bani Qainuqa’. Jadi, peperangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melawan Yahudi terjadi empat kali. Yang pertama dengan Bani Qainuqa’ yaitu setelah perang Badr, yang kedua dengan Bani Nadhir setelah perang Uhud, yang ketiga dengan Bani Quraizhah setelah peristiwa Khandaq, dan keempat dengan Yahudi Khaibar setelah peristiwa Hudaibiyah. Wallahu a’lam.

MENYOROTI HIKMAT PEPERANGAN UHUD

MENYOROTI HIKMAT PEPERANGAN UHUD


الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ المُشْرِكُوْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاإِلهَ إِلا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ …أَمَّا بَعْدُ.....فَيَا عِبَادَ اللهِ ! اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاتمَوُْتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ …

Wahai hamba-hamba Allah ! Bertaqwalah sekalian kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. Dan Janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.

Saya menyeru diri saya sendiri dan juga sidang Jumaat sekalian agar kita sama-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dengan melakukan segala suruhanNya dan menjauhi segala yang ditegahNya.



Sidang Jumaat yang dihormati sekalian

Firman Allah dalam ayat 140 surah Ali ‘Imran :


إن يمسسكم قرح فقد مس القوم قرح مثله وتلك الأيام نداولها بين الناس وليعلم الله الذين ءامنوا ويتخذ منكم شهداء والله لايحب الظــلمين

Maksudnya : Jika kamu (dalam peperangan Uhud) mendapat luka maka sesungguhnya kaum kafir itu pun (dalam perang Badar) mendapat luka yang sama. Dan masa kejayaan dan kekalahan itu, Kami gilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pengajaran). Dan agar Allah membezakan orang-orang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebahagian kamu dijadikanNya gugur sebagai syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim

Kita sekarang ini masih berada di dalam bulan Syawal di mana kehangatan sambutan eidil fitri masih hangat terasa. Anugerah hari raya bagaikan suatu majlis penerimaan ijazah kepada umat Islam yang baru sahaja berjaya menamatkan pendidikan dan tarbiah diri di universiti Ramadhan yang baru lalu. Malah galakan berpuasa 6 hari di bulan Syawal ketika umat Islam sedang berseronok menyambut hari raya bagaikan suatu isyarat bahawa pemergian Ramadhan bukan bererti terhentinya proses dalam mendidik diri serta mengawal nafsu dengan meneruskan segala amal soleh seperti puasa sunat, membaca serta mengamalkan al-Quran, jinak dengan masjid dan sebagainya. Adalah suatu yang amat rugi apabila seseorang yang telah berjaya mendidik nafsu dalam diri ketika berlangsungnya tarbiah Ramadhan akhirnya kembali menjadi hamba kepada nafsu dengan berlalunya Ramadhan. Apakah untungnya jika sebulan Ramadhan dijadikan medan untuk merapatkan diri kepada Allah sedangkan kedatangan Syawal dijadikan medan untuk memperbanyakkan maksiat terhadap Allah. Ingatlah bahawa orang yang paling bijak ialah orang yang bersiap menyediakan bekalan untuk hari akhiratnya sedangkan orang yang dungu ialah orang yang sibuk dengan habuan dunianya yang pasti ditinggalkan bila-bila masa sahaja.



Sidang Jumaat yang berkati Allah,

Kedatangan Syawal mengingatkan kita kepada beberapa peristiwa besar yang pernah berlaku dalam bulan ini seperti Peperangan Uhud, Peperangan Ahzab atau Khandak dan Peperangan Hunain. Ketika menyentuh tentang peperangan Uhud yang berlaku pada pertengahan bulan Syawal tahun ke-3 Hijrah di mana sebelum keluar berperang maka Rasulullah s.a.w telah bermesyuarat dengan para sahabat samada mahu berkubu di dalam di dalam Kota Madinah di mana pendapat ini merupakan cadangan daripada Rasulullah s.a.w sendiri berdasarkan kepada mimpinya iaitu tentang baginda melihat beberapa ekor lembu disembelih yang ditakwil dengan beberapa orang para sahabat yang gugur syahid, pedang yang sumbing yang ditakwil dengan ahli keluarga baginda yang ditimpa musibah manakala baju besi ditakwil dengan Madinah. Tetapi ada cadangan kedua daripada golongan muda terutama mereka yang tidak sempat keluar dalam peperangan Badar dahulu termasuk Sayyidina Hamzah yang mencadangkan agar tentera Islam keluar berperang di Uhud luar Madinah dengan alasan supaya musuh tidak menganggap bahawa tentera Islam takut. Akhirnya Rasulullah s.a.w memilih pendapat supaya keluar berperang di Uhud sehingga adanya suara daripada para sahabat agar baginda menarik balik cadangan itu lalu Rasulullah s.a.w dengan tegas menyatakan
Tidak patut bagi seorang nabi apabila sudah memakai baju besi maka dia meletaknya semula sehinggalah Allah membuat keputusan antaranya dan musuhnya”.

Tentera Islam pada asalnya berjumlah seribu orang tetapi pada pertengahan jalan menuju ke Uhud maka ketua munafik iaitu Abdullah bin Ubai bersama 300 orang lagi telah menarik diri yang menyebabkan tentera Islam yang terus kekal bersama dengan Rasulullah s.a.w hanya berjumlah 700 orang terpaksa berdepan dengan bala tentera musuh seramai 3000 orang. Ini merupakan antara ujian awal kepada keimanan dan ketaatan tentera Islam kepada Allah dan rasulNya di mana umat Islam pada hari mesti mengambil pengajaran penting daripadanya antaranya bahawa dalam berjuang menegakkan agama Allah di muka bumi ini maka kita terpaksa berdepan berdepan musuh nyata iaitu kuffar dan juga musuh dalam selimut iaitu munafik.



Sidang Jumaat yang dihormati sekalian,

Pada peringkat pertama, tentera Islam telah mencapai kemenangan tetapi pada peringkat kedua tentera Islam menerima ujian kekalahan di mana 70 orang telah gugur Syahid termasuk Sayyidina Hamzah bin Abdul Muttalib. Antara sebab yang jelas kepada berlakunya kekalahan peringkat kedua ini ialah keengkaran sebahagian besar daripada kumpulan pemanah yang turut turun mengutip harta rampasan perang dengan alasan tentera Islam telah pun menang dan juga ada yang bimbang jika habuan untuk mereka akan dinafikan. Peperangan Uhud telah menjelaskan sikap di kalangan tentera Islam sendiri di mana ada yang berjuang kerana mahu habuan dunia antaranya berbentuk harta rampasan perang dan ramai yang berjuang benar-benar ikhlas kerana Allah. Sebab itulah adanya ahli tafsir daripada kalangan para sahabat ketika menafsirkan beberapa ayat dari surah Ali ‘Imran berkenaan Peperangan Uhud menyatakan bahawa beliau tidak pernah menyangka bahawa ada juga di kalangan tentera Islam yang telah ditarbiah oleh Rasulullah s.a.w sendiri masih lagi tamak kepada habuan dunia. Sekiranya Allah tidak membongkarkan perkara ini dalam al-Quran maka ia tidak diketahui oleh sesiapa. Perkara ini boleh kita dapati melalui firman Allah antaranya dalam ayat 145 surah Ali ‘Imran :


وما كان لنفس أن تموت إلا بإذن الله كتـبا مؤجلا ومن يرد ثواب الدنيا نؤته منها ومن يرد ثواب الآخرة نؤته منها وسنجزى الشــكرين

Maksudnya : Tiada suatu jiwa pun akan mati melainkan dengan izin Allah melalui suatu suratan yang telah ditetapkan. Sesiapa yang mahu habuan dunia maka Kami akan berikan kepadanya. Dan sesiapa yang inginkan pahala akhirat maka Kami juga akan anugerahkan kepadanya. Kami akan berikan pahala kepada orang-orang yang bersyukur.

Menyedari tentang bahayanya pengaruh kebendaan dalam diri pejuang Islam yang boleh menyebabkan kita bakal ditimpa dengan kekalahan dan kehinaan maka umat Islam mesti berusaha menghindari penyakit merbahaya ini daripada terus subur apatah lagi menjadi budaya hidup. Selagi masih ramai pemimpin dan rakyat yang beragama Islam yang mengamalkan budaya rasuah atau mudah dijual beli dengan wang maka perjuangan dalam menegakkan Islam masih jauh lagi untuk dicapai.



Sidang Jumaat yang dirahmati Allah,

Pada peringkat ketiga dalam Peperangan Uhud ini, tentera Islam dapat bertahan apabila tentera kafir Quraisy yang tidak berpuas hati kerana tidak dapat membunuh Rasulullah s.a.w telah mengatur langkah untuk menyerang Madinah tetapi tidak meneruskan perancangan mereka itu apabila mengetahui bahawa Rasulullah s.a.w telah bersiap untuk menyerang balas. Di sini kita dapat lihat betapa pentingnya membangkitkan kembali semangat pejuang Islam selepas diuji dengan kekalahan agar musuh tidak terus berdabik dada dengan kemenangan yang tidak seberapa disamping semangat musuh bertambah kurang bukannya semakin kuat. Lanjutan daripada Peperangan Uhud ini maka Rasulullah s.a.w telah beberapa kali mengejar musuh agar mereka menjauhi Madinah malah hampir berlaku beberapa peperangan walau pun dengan keadaan ramai tentera Islam yang masih letih dan cedera. Walau pun tidak berlakunya peperangan itu tetapi tindakan bijak ini telah menaikkan semangat juang yang tinggi kepada umat Islam disamping meletakkan musuh dalam penuh kehinaan apabila tentera kuffar yang diketuai oleh Abu Sufian telah diejek oleh masyarakat Mekah kerana bukan sahaja gagal membawa pulang harta rampasan perang walau mendakwa telah menang malah tidak dapat membunuh Rasulullah s.a.w apatah lagi menawan Madinah disamping sentiasa lari dari medan peperangan walau pun berdepan dengan tentera Islam yang sedikit dan cedera. Cara dan taktik yang dibuat oleh Rasulullah s.a.w wajib diikuti dalam memastikan semangat juang umat Islam pada hari ini tidak terus luntur sekali pun diuji dengan pelbagai kekalahan samada melalui peperangan, pilihanraya dan sebagainya agar kita menjadi umat yang bersyukur atas kemenangan dan bersabar dengan ujian kekalahan kerana yakin bahawa segala perjuangan ini adalah kerana Allah sedangkan kemenangan musuh Islam adalah sementara dan kekalahan mereka pula merupakan kehinaan di dunia dan akhirat.

Firman Allah dalam ayat 146 surah Ali ‘Imran :


وكأين من نبي قــتل معه ربيون كثير فما وهنوا لمآ أصابهم فى سبيل الله وما ضعفوا وما استكانوا والله يحب الصــبرين

Maksudnya : Dan berapa ramai nabi yang berperang bersama-samanya sejumlah besar daripada pengikut setia yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah kerana bencana yang menimpa mereka di jalan Allah dan tidak lesu serta tidak pula menyerah kepada musuh. Sesungguhnya Allah menyukai mereka yang sabar.

peperangan ahzab(khondak)

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ المُشْرِكُوْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاإِلهَ إِلا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ …أَمَّا بَعْدُ

فَيَا عِبَادَ اللهِ ! اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاتمَوُْتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Wahai hamba-hamba Allah ! Bertaqwalah sekalian kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. Dan Janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.

Saya menyeru diri saya sendiri dan juga sidang Jumaat sekalian agar kita sama-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dengan melakukan segala suruhanNya dan menjauhi segala yang ditegahNya.

Sidang Jumaat yang dihormati sekalian,

Firman Allah dalam ayat 22 surah al-Ahzab :

ولما رءا المؤمنون الأحزاب قالوا هذا ماوعدنا الله ورسوله وصدق الله ورسوله ومازادهم إلا إيمانا وتسليما

Maksudnya : Manakala orang-orang yang beriman melihat pasukan Ahzab, mereka berkata : Inilah ia yang telah dijanjikan oleh Allah dan rasulNya kepada kita. Dan benarlah Allah dan rasulNya, dan demikian itu tidaklah menambahkan kepada mereka melainkan iman dan ketundukan.

Kita baru sahaja bergembira penuh kesyukuran dalam menyambut hari raya eidil fitri setelah sebulan bertarung dengan nafsu untuk berpuasa sebulan Ramadhan. Setelah itu kita sama-sama mengikiskan perasaan cinta dan tamakkan harta dengan sama-sama mengeluarkan zakat untuk memberi kegembiraan dan bantuan kepada saudara seislam yang susah. Beruntunglah bagi mereka yang telah berjaya menunaikan kewajipan berpuasa Ramadhan dan mengeluarkan zakat serta tidak lupa untuk berpuasa sunat enam hari di bulan Syawal ini dalam keadaan penuh keinsafan dan keikhlasan kepada Allah. Semoga segala amalan itu diterima oleh Allah dan juga mampu membina diri kita ke arah yang lebih baik daripada sebelumnya.

Jika pada bulan Ramadhan yang lepas sejarah Islam pernah mencatatkan kemenangan gemilang tentera Islam di bawah pimpinan Rasulullah s.a.w dalam peperangan Badar al-Kubra di mana pertempuran sengit secara berdepan dengan tentera kuffar yang berganda lebih ramai berjaya ditumbangkan oleh tentera Islam. Maka pada bulan Syawal ini sekali lagi tentera Islam mencatatkan kemenangan gemilang di dalam peperangan Khandak atau Ahzab dalam mengalahkan tentera kuffar yang menggabungkan banyak puak dan agama di mana kemenangan ini diperolehi melalui kehebatan strategi, perang saraf ditambah dengan bantuan dan pertolongan Allah. Kemenangan ini terus diingati dan disebut-sebut oleh seluruh umat Islam terutama apabila tibanya hari raya dengan laungan وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده yang bermaksud Dan Dia (Allah) yang memulia dengan memberi kemenangan kepada tenteraNya dan mengalahkan tentera bersekutu kuffar (Ahzab).

Sidang Jumaat yang dikasihi,

Peperangan Khandak yang beerti kubu parit atau pun Ahzab yang beerti tentera bersekutu yang merupakan gabungan banyak puak kuffar dalam melawan tentera Islam di mana peperangan ini telah berlaku pada bulan Syawal tahun kelima hijrah. Peperangan ini disebabkan oleh perancangan jahat yahudi Bani Nadhir yang menghantar beberapa orang pemimpinnya untuk menemui pemimpin musyrikin Mekah bagi merancang gabungan pelbagai puak kuffar untuk menyerang Madinah habis-habisan sehingga ke akar umbi. Selepas itu pemimpin yahudi ini berjumpa pula dengan Qabilah Ghatfan untuk turut sama memerangi Rasulullah s.a.w dan kaum muslimin. Dengan gabungan ini tentera bersekutu kuffar berjaya mengumpul 10 ribu orang tentera iaitu jumlah yang begitu besar berbanding jumlah penduduk Madinah sendiri di mana kalau dicampur lelaki, perempuan, kanak-kanak dan orang-orang yang uzur pun belum sampai kepada jumlah 10 ribu orang.

Rasulullah s.a.w dan tentera Islam terus bermesyuarat dalam mengatur strategi bagi menghadapi tentera bersekutu kuffar yang begitu ramai berbanding jumlah tentera Islam hanya 3 ribu orang. Salman al-Farisi mengemukakan cadangan dengan katanya :” Wahai Rasulullah! Kami di negeri Parsi, apabila kami bimbang untuk menghadapi serangan tentera berkuda maka kami bertahan dengan menggali parit”. Cadangan ini diterima dan ini menunjukkan bahawa ilmu dunia boleh diterima walau dari mana datangnya asalkan tidak bercanggah dengan Islam. Oleh itu tidak salah jika umat Islam belajar cara ketenteraan, pembuatan senjata dan sebagainya dari ilmu dunia yang bermanfaat daripada orang bukan Islam asalkan tidak bercanggah dengan syariat Islam. Mereka juga mesti dilengkapi dengan ilmu agama terlebih dahulu agar tidak terpengaruh dengan serangan pemikiran yang menyebabkan mereka bukan lahir sebagai pakar ilmu dunia untuk perjuangan Islam tetapi sebaliknya menjadi penentang Islam kerana terpengaruh dengan agama, ideologi dan budaya sesat orang kafir. Sebab itulah ketika orang barat ingin menjatuhkan Khilafah Islamiah Turki dengan meminta agar dihantar putera kepada khalifah pada masa itu bagi dididik protokol dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin lalu pemimpin itu dengan tegas menjawab : “ Haram bagi seseorang Islam menyerahkan anaknya untuk dididik oleh orang kafir”.

Sidang Jumaat yang diberkati Allah,

Selepas itu Rasulullah s.a.w sendiri dibantu oleh tentera Islam yang lain berganding bahu dalam menggali parit bagi tujuan sebagai kubu pertahanan daripada serangan musuh. Ketika peperangan ini berlaku cuaca agak dingin sedangkan bekalan makanan tidak mencukupi sehingga Abu Talhah mengatakan :” Kami mengadu kebuluran itu kepada Rasulullah s.a.w dan kami tunjukkan batu demi batu yang diikat diperut kami lalu nabi juga menunjukkan dua ketul batu diperutnya”. Tujuan diikat batu ini menurut setengah ulama’ adalah bagi menegakkan tulang belakang yang boleh menahan lapar. Di saat cemas ini maka berlakulah beberapa mukjizat daripada Rasulullah s.a.w untuk menaikkan semangat jihad tentera Islam antaranya makanan sedikit menjadi banyak. Mereka bekerja keras dalam menyiapkan parit ini pada siang hari dan pada waktu malam pula mereka berkawal.

Di sini kita dapat lihat bagaimana Rasulllah s.a.w sebagai pemimpin turut bersama merasai susah dalam menyiapkan parit bagi menghadapi musuh. Ini memberi pengajaran kepada kita bagaimana susah dan senang sesebuah negara merupakan tanggungjawab bersama antara pemimpin dan rakyat bukannya ketika negara senang maka hanya pemimpin merasainya tetapi apabila negara susah maka rakyat jelata sahaja menanggungnya. Pemimpin sebagaimana yang ditekankan oleh nabi adalah sebagai khadam rakyat yang mesti berbakti dan mencurah keringat setakat yang mampu untuk kebajikan rakyat bukannya memerahkan keringat rakyat untuk kemewahan diri sendiri. Ingatlah kata-kata Khalifah Umar bin Abdul Aziz bahawa jika pemimpin kaya maka rakyat akan miskin tetapi bila pemimpin miskin maka rakyat akan kaya. Ini adalah kerana pemimpin yang kaya sentiasa sibuk untuk menambah kekayaan sehingga lupa rakyat yang susah sedangkan pemimpin yang miskin sentiasa berfikir tentang kebajikan rakyatnya yang susah.

Sidang Jumaat yang dirahmati Allah,

Dalam peperangan ini tidak berlaku pertempuran sengit di mana hanya pertempuran kecil sahaja berlaku iaitu apabila ada tentera kuffar yang cuba melepasi parit akan dipanah. Begitu juga tentera kuffar hanya mampu melepaskan anak panah dari jauh kerana dihalangi oleh parit. Dalam peperangan ini 6 orang muslimin gugur syahid dan 10 orang musyrikin berjaya dibunuh. Peperangan berakhir dengan kemenangan bagi pihak Islam apabila kesatuan musuh berjaya dipecahkan melalui seorang utusan rahsia yang dihantar oleh Rasulullah s.a.w. Gabungan sekutu kuffar ini saling tidak mempercayai antara satu sama lain hasil daripada peperangan saraf yang dilancarkan itu . Ditambah pula dengan bantuan Allah dengan mendatangkan angin kencang yang menyebabkan tentera bersekutu kuffar berundur dari medan pertempuran.

Firman Allah dalam ayat 9 surah al-Ahzab :

يأيها الذين آمنوا اذكروا نعمة الله عليكم إذ جاءتكم جنود فارسلنا عليهم ريحا وجنودا لم تروها وكان الله بما تعملون بصيرا

Maksudnya : Whai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah ke atas kamu iaitu ketika datang kepada kamu bala tentera musuh. Maka Kami kirimkan kepada mereka angin kencang dan bala tentera yang kamu tidak melihatnya dan adalah Allah itu Amat Melihat apa yang kamu kerjakan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الُمْسِلِمْينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ فَيَا فَوْزَ المُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ