Sabtu, 03 November 2007

Definisi Tasawuf

Definisi Tasawuf
Pengertian tasawuf yang
jelas masih sangat jarang
di mengerti oleh orang banyak.
Istilah \"tasawuf\"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal dari shafa yang berarti kesucian. Menurut pendapat lain kata itu berasal dari kata kerja bahasa Arab safwe yang berarti orang-orang yang terpilih. Makna ini sering dikutip dalam literatur sufi. Sebagian berpendapat bahwa kata itu berasal dari kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci. Sebagian lainnya lagi berpendapat bahwa kata itu berasal dari shuffa, ini serambi rendah terbuat dari tanah liat dan sedikit nyembul di atas tanah di luar Mesjid Nabi di Madinah, tempat orang-orang miskin berhati baik yang mengikuti beliau sering duduk-duduk. Ada pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang me- nunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang mempedulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah sederhana yang terbuat dari bulu domba sepanjang tahun.



Apa pun asalnya, istilah tasawuf berarti orang-orang yang tertarik kepada pengetahuan batin, orang-orang yang tertarik untuk menemukan suatu jalan atau praktik ke arah kesadaran dan pencerahan batin.



Penting diperhatikan bahwa istilah ini hampir tak pernah digunakan pada dua abad pertama Hijriah. Banyak pengritik sufi, atau musuh-musuh mereka, mengingatkan kita bahwa istilah tersebut tak pernah terdengar di masa hidup Nabi Muhammad saw, atau orang sesudah beliau, atau yang hidup setelah mereka.


Namun, di abad kedua dan ketiga setelah kedatangan Islam (622), ada sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi, atau menggunakan istilah serupa lainnya yang berhubungan dengan tasawuf, yang berarti bahwa mereka mengikuti jalan penyucian diri, penyucian \"hati\", dan pembenahan kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai maqam (kedudukan) orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat Dia, dengan mengetahui bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia melihat mereka. Inilah makna istilah tasawuf sepanjang zaman dalam konteks Islam.


Saya kutipkan di bawah ini beberapa definisi dari syekh besar sufi:


Imam Junaid dari Baghdad (m.910) mendefinisikan tasawuf sebagai \"mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah\". Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m.1258), syekh sufi besar dari Arika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai \"praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan\". Syekh Ahmad Zorruq (m.1494) dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut:



Ilmu yang dengannya Anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan pengetahuan Anda tentang jalan Islam,khususnya fiqih dan pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal Anda dan menjaganya dalam batas-batas syariat Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata.


Ia menambahkan, \"Fondasi tasawuf ialah pengetahuan tentang tauhid, dan setelah itu Anda memerlukan manisnya keyakinan dan kepastian; apabila tidak demikian maka Anda tidak akan dapat mengadakan penyembuhan \'hati\'.\"


Menurut Syekh Ibn Ajiba (m.1809):


Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya Anda belajar bagaimana berperilaku supaya berada dalam kehadiran Tuhan yang Maha ada melalui penyucian batin dan mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu, tengahnva adalah amal. dan akhirnva adalah karunia Ilahi.


Syekh as-Suyuthi berkata, \"Sufi adalah orang yang bersiteguh dalam kesucian kepada Allah, dan berakhlak baik kepada makhluk\".



Dari banyak ucapan yang tercatat dan tulisan tentang tasawuf seperti ini, dapatlah disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian \"hati\" dan penjagaannya dari setiap cedera, dan bahwa produk akhirya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan Penciptanya. Jadi, sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah untuk menyucikan \"hati\"-nya dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan ciptaan-Nya dengan melangkah pada jalan yang benar, sebagaimana dicontohkan dengan sebaik-baiknya oleh Nabi Muhammad saw.


Dalam konteks Islam tradisional tasawuf berdasarkan pada kebaikan budi ( adab) yang akhirnya mengantarkan kepada kebaikan dan kesadaran universal. Ke baikan dimulai dari adab lahiriah, dan kaum sufi yang benar akan mempraktikkan pembersihan lahiriah serta tetap berada dalam batas-batas yang diizinkan Allah, la mulai dengan mengikuti hukum Islam, yakni dengan menegakkan hukum dan ketentuan-ketentuan Islam yang tepat, yang merupakan jalan ketaatan kepada Allah. Jadi, tasawuf dimulai dengan mendapatkan pe ngetahuan tentang amal-amal lahiriah untuk membangun, mengembangkan, dan menghidupkan keadaan batin yang sudah sadar.


Adalah keliru mengira bahwa seorang sufi dapat mencapai buah-buah tasawuf, yakni cahaya batin, kepastian dan pengetahuan tentang Allah (ma\'rifah) tanpa memelihara kulit pelindung lahiriah yang berdasarkan pada ketaatan terhadap tuntutan hukum syariat. Perilaku lahiriah yang benar ini-perilaku--fisik--didasarkan pada doa dan pelaksanaan salat serta semua amal ibadah ritual yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw untuk mencapai kewaspadaan \"hati\", bersama suasana hati dan keadaan yang menyertainya. Kemudian orang dapat majupada tangga penyucian dari niat rendahnya menuju cita-cita yang lebih tinggi, dari kesadaran akan ketamakan dan kebanggaan menuju kepuasan yang rendah hati (tawadu\') dan mulia. Pekerjaan batin harus diteruskan da1am situasi lahiriah yang terisi dan terpelihara baik.

Tafsir Riwayat - Tafsir Sahabat

Tafsir Riwayat - Tafsir Sahabat

Tafsir sahabat adalah tafsir yang memiliki kedudukan sebagaimana kedudukan hadits Nabi.

Masih ada lagi bagian yang ketiga dari pembagian tafsir ma'tsur yaitu "Tafsir Sahabat". Tafsir ini juga termasuk yang mu'tamad (dapat dijadikan pegangan) dan dapat diterima, karena shahabat adalah pernah berkumpul/bertemu dengan Nabi SAW. dan mereka mengambil dari sumbernya yang asli, mereka menyaksikan turunnya wahyu dan turunnya Al-Qur'an. Mereka mengetahui asbabunnuzul. Mereka mempunyai tabiat jiwa yang murni, fitrah yang lurus lagi pula berkedudukan tinggi dalam hal kefasihan dan kejelasan berbicara. Mereka lebih memiliki kemampuan dalam memahami kalam Allah. Dan hal lain yang ada pada mereka tentang rahasia-rahasia Al-Qur'an sudah tentu akan melebihi orang lain yang manapun juga.

Al-Hakim berkata: "Bahwa tafsir sahabat yang menyaksikan wahyu dan turunnya Al-Qur'an, kedudukan hukumnya adalah marfu'. Pengertiannya bahwa tafsir tersebut mempunyai kedudukan sebagaimana kedudukan hadits Nabi yang silsilahnya sampai kepada Nabi. Karena itu maka tafsir Shahaby adalah termasuk ma'tsur.

Adapun Tabi'in kedudukan tafsirnya ada perbedaan pendapat. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwasanya tafsir Tabi'in itu terimasuk tafsir ma'tsur karena sebagian besar pengambilannya secara umum dari shahabat. Sebagian ulama berpendapat bahwa tafsir Tabi'in adalah termasuk tafsir dengan ra'yu atau akal, dengan pengertian bahwa kedudukannya sama dengan kedudukan para mufassir lainnya (selain Nabi dan Sahabat). Mereka menafsirkan Al-Qur'an sesuai dengan qaidah-qaidah bahasa Arab tidak berdasarkan pertimbangan dari atsar (hadits).

Catatan:

Tafsir dengan Ma'tsur adalah termasuk bagian tafsir yang paling baik bila sanadnya benar-benar berasal dari Nabi SAW. atau sampai pada Sahabat dan sepatutnya hendaklah meneliti riwayat setiap menyebutkan tafsir dengan ma'tsur. Ibnu Katsir berkata: "Sesungguhnya kebanyakan tafsir ma'tsur telah banyak terpengaruh oleh perawi-perawi Zindik, Yahudi, Persi dan ahli kitab yang masuk Islam. Hal itu banyak terdapat dalam kisah-kisah para Rasul dengan kaumnya, hal-hal yang berhubungan dengan kitab-kitab dan mukjizatnya, serta sejarah-sejarah lainnya seperti ashhabul kahfi dan lain-lain. Karena itu perlu penyelidikan dari segi riwayatnya.

Sebab-sebab kelemahan riwayat dengan Ma'tsur

Di atas kami telah kemukakan bahwa penafsiran Al-Qur'an dengan Al-Qur'an dan penafsiran Al-Qur'an dengan Sunnah yang shahih lagi marfu' sampai kepada Nabi SAW. adalah tidak perlu diragukan lagi diterimanya dan tidak diperselisihkan. Dan keduanya adalah tafsir yang mempunyai kedudukan yang tinggi. Adapun penafsiran Al-Qur'an dengan ma'tsur dari Shahabat atau Tabi'in ada beberapa kelemahan karena berbagai segi:

1. Campur-baur antara yang shahih dengan yang tidak shahih, serta banyak mengutip kata-kata yang dinisbatkan kepada Sahabat atau Tabi'in dengan tidak mempunyai sandaran dan ketentuan, yang akan menimbulkan pencampuradukkan antara yang hak dan yang bathil.

2. Riwayat-riwayat tersebut ada yang dipengaruhi oleh cerita-cerita israiliyat dan khurafat/klenik yang bertentangan dengan 'aqidah Islamiyah. Dan telah ada dalil yang menyatakan kesalahan cerita-cerita tersebut, hal ini dibawa masuk ke dalam kalangan umat Islam dari kelompok Islam yang dahulunya Ahli kitab.

3. Di kalangan Sahabat, ada golongan yang ekstrim. Mereka mengambil beberapa pendapat dan membuat kebatilan-kebatilan yang dinisbatkan kepada sebagian Sahabat. Misalnya kelompok Syi'ah yaitu yang fanatik kepada Ali, mereka sering mengatakan kata Ali padahal Ali sendiri tidak ada urusan apa-apa.

4. Musuh-musuh Islam dari orang-orang Zindik ada yang mengicuh Sahabat dan Tabi'in sebagaimana Nabi perihal sabdanya.

Pendapat Az-Zarqany dalam kitab Manahilul Irfan

Ustadz Az-Zarqany dalam kitabnya Manahilul Irfan menyebutkan dengan kata-kata yang begitu baik tentang tafsir dengan ma'tsur setelah beliau mengemukakan kutipan dari Imam Ahmad ra., dan Ibnu Taimiyah. Beliau berkata: "Pendapat yang paling adil dalam hal ini ialah bahwa tafsir dengan ma'tsur itu ada dua macam:

Pertama: Tafsir yang dalil-dalilnya memenuhi persyaratan shahih dan diterima. Tafsir yang demikian tidak layak untuk ditolak oleh siapapun, tidaklah dibenarkan untuk mengabaikan dan melupakannya. Tidak benar kalau dikatakan bahwa tafsir yang demikian itu tidak bisa dipakai untuk memahami Al-Qur'an bahkan kebalikannya, tafsir tersebut adalah sarana yang kuat untuk mengambil petunjuk dari Al-Qur'an.

Kedua: Tafsir yang dalil sumbernya tidak shahih karena beberapa faktor (yang telah kami sebutkan) di atas atau sebab lain. Tafsir yang demikian harus ditolak dan tidak boleh diterima serta tidak patut untuk dipelajari (ditekuni). Kebanyakan ahli tafsir yang waspada seperti Ibnu Katsir selalu meneliti/memperhatikan sampai dimana kebenarannya yang mereka kutip dan kemudian membuangnya yang tidak benar atau dha'if.

Tafsir Maudu'i

Tafsir Maudu'i

+ Dalil-dalil logika (Tuhan)

Bertebaran ayat-ayat yang menguraikan dalil-dalil aqliah tentang Keesaan Tuhan. Misalnya.

أنى يـكـون لـه ولـد ولـم تـكن لـه صـاحـبة وخـلق كل شـيء وهـو بكـل شـيء عـلـيم

Bagaimana Dia mempunyai anak, padahal dia tidak mempunyai istri. Dia yang menciptakan segala sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu (QS Al-An'am [6]: 101).

لو كان فـيـهما آلـهـة إلا الله لـفـسـدتها فـسـبحـان الله رب الـعـرش عـما يصـفـون

Seandainya pada keduanya (langit dan bumi) ada dua Tuhan, maka pastilah keduanya binasa (QS Al-Anbiya' [21]: 22).

Maksud ayat ini adalah "seandainya ada dua pencipta, maka akan kacau ciptaan, karena jika masing-masing Pencipta menghendaki sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang lain, maka kalau keduanya berkuasa, ciptaan pun akan kacau atau tidak akan mewujud; kalau salah satu mengalahkan yang lain, maka yang kalah bukan Tuhan; dan apabila mereka berdua bersepakat, maka itu merupakan bukti kebutuhan dan kelemahan mereka, sehingga keduanya bukan Tuhan, karena Tuhan tidak mungkin membutuhkan sesuatu atau lemah atas sesuatu. "

Pengalaman ruhani pun disebutkan oleh Al-Quran yaitu pengalaman para Nabi dan Rasul. Misalnya pengalaman Nabi Musa a.s. (Baca QS Thaha [20]: 9-47). Demikian juga pengalaman Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Saw., serta nabi-nabi yang lain dengan berbagai rinciannya yang berbeda, namun semuanya bermuara pada tauhid atau Keesaan Tuhan.

Di samping mengemukakan dalil-dalil di atas, Al-Quran juga mengajak mereka yang mempersekutukan Tuhan untuk memaparkan hujjah mereka.

ام اتخـذوا من دونه آلـهـة قـل هـاتوا بـرهـانكم

Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah, "Kemukakan bukti kalian!" (QS Al-Anbiya' [21]: 24).

قـل أرءيـتم مـا تـدعـون من دون الله ارونى مـاذا خـلـقـوا من الأرض ام لـهـم شـرك فى الـسـمـوات ائتـونى بـكتاب مـن قـبـل هـذا او اثارة مـن عـلـم إن كـنتم صـادقـين

Katakanlah, "Jelaskanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini, atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit. Bawalah kepadaku kitab sebelum (Al-Quran) ini, atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu) jika kamu adalah orang-orang yang benar" (QS Al-Ahqaf [46]: 4).

+ Allah dalam Kehidupan Manusia (Tuhan)

Salah satu ayat yang menggambarkan dampak kehadiran Allah dalam jiwa manusia adalah firman-Nya,

ضـرب الله مـثلا رجـلا فـيه شـركاء متشـكـسون ورجـلا سـلما لـرجـل هـل يسـتـوين مـثلا الـحـمـد لله بـل اكـثرهـم لا يعـلـمون

Allah membuat perumpamaan, (yaitu) seorang lelaki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat dan saling berselisih (buruk perangai mereka), dengan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang saja. Adakah keduanya (budak-budak itu) sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (QS Al-Zumar [391: 29).

Ayat ini berrnaksud menggambarkan bagaimana keadaan seseorang yang harus taat kepada sekian banyak orang yang memilikinya, tetapi pemilik-pemiliknya itu saling berselisih dan buruk perangainya. Alangkah bingung ia. Yang ini memerintahkan satu hal, belum lagi selesai datang yang lain mencegah atau memerintahkannya dengan perintah lain, yang ketiga pun demikian. Begitu seterusnya, sehingga pada akhirnya budak itu hidup dalam kompleks kejiwaan yang tidak diketahui bagaimana cara menanggulanginya. Bandingkanlah hal itu dengan seorang budak lain yang hanya menjadi milik penuh seseorang sehingga ia tidak mengalami kebingungan atau kontradiksi dalam kesehariannya.

Menarik dikemukakan alasan Murtadha Muthahhari yang juga memahami-sebagaimana ulama-ulama lain-arti kata rajulan pada ayat di atas dengan "budak". Ulama tersebut menulis dalam bukunya Allah dalam Kehidupan Manusia bahwa: Sementara orang ada yang membuat kemungkinan berikut, yakni bahwa manusia berkeinginan untuk hidup bebas (tanpa kendali). Sesungguhnya keinginan ini (walaupun merupakan sesuatu yang mustahil) menjadikan manusia keluar dari kemanusiaannya, karena ini berarti bahwa ketika itu dia tidak mengakui adanya hukum, tujuan, keinginan atau ide-dalam arti dia kosong sama sekali dari keyakinan tertentu, dan keadaan demikian mencabutnya dari hakikat kemanusiaan. Keadaan semacam ini tidak ada wujudnya dalam kehidupan manusia di dunia. Orang-orang yang menghendaki kehidupan sebebas mungkin, serta tidak mengakui adanya sedikit peraturan pun, pasti hidup mereka pun dilandasi oleh keyakinan (ide tertentu) atau berusaha mencari ide/keyakinan tertentu. Usaha ini me- nunjukkan bahwa manusia harus menerima wewenang pengaturan dari keyakinan (ide yang ada dalam benaknya). Jika demikian, tidak heran jika Al-Quran menggunakan istilah -istilah yang mengandung arti budak (seseorang yang dimiliki oleh pihak lain) .

Keadaan yang digambarkan oleh ayat di atas, terbukti kebenarannya dalam kenyataan hidup orang-orang yang lemah imannya, atau memiliki sekian banyak ide atau keyakinan yang saling bertentangan. Sekali dia taat kepada Tuhan, lain kali dia taat kepada setan, sekali dia ke masjid, lain kali ke klub malam. Orang semacam ini dikuasai atau menjadi budak sekian penguasa yang buruk perangainya sehingga pada akhirnya ia mengidap kepribadian ganda (split personality), yang merupakan salah satu bentuk dari sekian banyak bentuk penyakit kejiwaan. Kalau demikian wajar jika Al-Quran menegaskan bahwa.

الـذين أمـنوا وتطـمـئـن قـلـوبـهم بـذكـر الله اى بـذكـر الله تـطـمئـن الـقـلـوب

Orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati meniadi tenteram (QS Al-Ra'd [13]: 28).

Kalau dalam ayat lain Al-Quran menegaskan bahwa seandainya pada keduanya (langit dan bumi terdapat banyak Tuhan (Pengusa yang mengatur alam) selain Allah, maka pastilah keduanya akan binasa [QS Al-Anbiya' [21]; 22). maka dalam QS Al-Zumar [39J: 29 di atas. Allah berpesan bahwa seandainya di dalam jiwa seseorang ada banyak tuhan atau penguasa yang mengatur hidupnya. maka pasti pula jiwanya akan rusak binasa.

Kalau uraian di atas membuktikan kebutuhan jiwa manusia kepada akidah tauhid. maka rangkaian pertanyaan berikut dapat menjadi salah satu bukti tentang kebutuhan akalnya terhadap akidah ini. Pertanyaan dimaksud adalah: "Siapa yang menjamin bila Anda melontar ke depan. maka batu itu tidak mengarah ke belakang? Apa yang menjamin bahwa air selalu mencari tempat yang rendah? Apa yang mengantar ilmuwan untuk memperoleh semacam "'kepastian"dalam langkah-langkahnya? Kepastian tersebut tidak mungkin dapat diperoleh kecuali melalui keyakinan tentang wujud Tuhan Yang Maha Esa. Karena jika Tuhan berbilang. maka sekali tuhan ini yang mengatur alam dan menetapkan kehendak-Nya dan kali lain tuhan yang itu. Apa yang menjamin kepastian itu, seandainya Tuhan Yang mengatur hukum-hukum dan tata kerja alam raya, juga butuh kepada sesuatu? Sudah dapat dipastikan tidak ada yang dapat menjamin !

Jika demikian. tauhid bukan saja merupakan hakikat kebenaran yang harus diakui karena diperlukan oleh jiwa manusia, tetapi juga merupakan kebutuhan akalnya demi kemajuan dan kesejahteraan umat manusia. Wajar jika perkembangan pemikiran manusia tentang Tuhan. berakhir pada monoteisme murni, setelah pada awalnya menganut keyakinan politeisme (banyak tuhan), kemudian dua tuhan, disusul dengan kepercayaan tentang adanya satu Tuhan. dan berakhir dengan tauhid murni (keesaan mutlak) yang dianut oleh umat Islam.

Apabila seseorang telah menganut akidah tauhid dalam pengertian yang sebenamya. maka akan lahir dari dirinya berbagai aktivitas, yang kesemuanya merupakan ibadah kepada Allah, baik ibadah dalam pengertiannya yang sempit [ibadah murni) maupun pengertiannya yang luas. Ini disebabkan karena akidah tauhid merupakan satu prinsip lengkap yang menembus semua dimensi dan akal manusia. Karena itu,

إن الله لا يغـفـر أن يـشـرك به ويغـفـر مـا دون ذلك لـمن يـشـاء

Allah tidak mengampuni siapa yang mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, dan dapat mengampuni selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki (QS Al-Nisa' [4]: 48).

Kalau dalam alam raya ini ada matahari yang menjadi sumber kehidupan makhluk di permukaan bumi ini. dan yang berkeliling padanya planet-planet tata surya yang tidak dapat melepaskan diri darinya. Maka akidah tauhid merupakan matahari kehidupan ruhani dan yang berkeliling di sekitarnya ke- satuan -kesatuan yang tidak dapat pula melepaskan diri atau dilepaskan darinya. Kesatuan dimaksud antara lain adalah kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat. kesatuan natural dan supranatural. kesatuan ilmu. kesatuan agama. kesatuan kemanusiaan, kesatuan umat, kesatuan kepribadian manusia, dan lain-lain.

Prinsip lengkap ini harus terus-menerus dipelihara. diasah. dan diasuh. Memang boleh jadi seorang Muslim mengalami godaan sehingga timbul tanda tanya menyangkut kehadiran Allah Yang Maha Esa itu. Yang demikian adalah wajar-wajar saja. asal ia selalu berupaya untuk mengusir godaan itu. Hal ini dialami juga oleh para sahabat Nabi Saw. Mereka yang mengadukan pengalamannya kepada beliau ditanggapi oleh Nabi Saw, dengan sabdanya :

الـحـمـد لله الذى رد كـيـده الى الـوسـوسـة (رواه إبن داؤد عن ابن مـسـعود)

Segala puji bagi Allah yang menangkal tipuannya (setan) menjadi waswasah (bisikan). Dan hadits lainnya dikatakan :

Sahabat Nabi. Ibnu Abbas. pernah ditanya oleh Abu Zamil Sammak ibn Al-Walid. "Apakah yang saya rasakan di dalam dadaku (ini)?" Apakah itu. tanya Ibnu Abbas. "Demi Allah saya tidak akan mengatakannya." Ibnu Abbas bertanya balik. "Apakah semacam syak atau keraguan?" Si penanya mengiyakan. Ibnu Abbas kemudian berkata. 'Tidak seorang pun (dari kami) yang terbebaskan dari yang demikian, sampai turun firman Allah: Apabila kamu dalam keraguan dari apa yang Kami turunkan kepadamu. maka tanyakanlah kepada orang-orang Yang membaca kitab sebelum kamu (QS Yunus [10]: 94).

Apabila engkau mendapatkan hal itu bacalah, Dia yang Awal, Dia Yang Akhir, Dia Yang Zhahir (tampak melalui ciptaan-Nya), Dia juga Yang Batin (tak tampak hakikat Zat-Nya), dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu".

Demikian Allah Swt. Karena itu wajar kita bermohon:

ربنـا لاتزغ قلـوبنا بعد إذ هـديتنـا وهب لنا من لــدنك رحمة إنك أنت الوهـــاب

Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi anugerah (QS Ali Imran [3]: 8).

Tafsir Mufassir

Tafsir Mufassir

Jalan dan lika-liku hidup manusia yang sangat rumit dan berliku, membuat Al-Qur'an sebagai satu-satunya jalan yang pasti bagi kehidupan yang penuh kedamaian dan ketentraman.

Allah menurunkan kitab-Nya Al-Qur'an untuk pedoman dan undang-undang bagi kaum muslimin dalam mengarungi liku-liku hidupnya. Dengan pantulan sinarnya, hati mereka akan menjadi terang dan petunjuknya mereka akan mendapatkan jalan yang lapang. Dari ajaran-ajarannya yang lurus serta undang-undangnya yang bijaksana mereka dapat memetik suatu hal yang membuat mereka dalam puncak kebahagiaan dan keluhuran. Al-Qur'an akan mengangkat mereka ke puncak keagungan dan kesempurnaan, membiasakan mereka untuk mengendalikan roda kemanusiaan, membuat mereka menjadi penghulu dan leluhur dalam arena kehidupan ini sehingga mereka dapat berjalan bersama-sama bangsa lain menuju hidup bahagia dan mulia serta mengantarkan mereka menuju lembah ketenteraman, ketenangan dan kedamaian.

Tidaklah diragukan lagi bahwa nilai hidup manusia dewasa ini berada dalam kegelapan, kebinasaan dan kejahilan, tenggelam dalam samudra penyelewengan dan terlena dalam pendewaan pada harta dan benda. Tidak ada lagi jalan yang dapat menyelamatkanya kecuali Islam, dengan jalan mengambil petunjuk ajaran-ajaran Al-Qur'an dan undang-undangnya yang sangat bijaksana. Di dalamnya terdapat seluruh aspek dan unsur kebahagiaan manusiawi yang telah digariskan berdasarkan pengetahuan Allah yang Maha Bijaksana.

Secara mudah dan jelas bahwa melaksanakan ajaran-ajaran ini tidaklah akan berhasil kecuali dengan memahami dan menghayati Al-Qur'an terlebih dahulu serta berpedoman atas nasihat dan petunjuk yang tercakup di dalamnya. Yang demikian tidak akan tercapai tanpa penjelasan dan perincian hasil yang dikehendaki oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Itulah yang kami maksudkan dengan Ilmu Tafsir, khususnya pada masa kini dimana bakat retorika bahasa Arab telah rusak dan spesialisasi bidang ini telah lenyap binasa sampai keturunan-keturunan Arab sendiri.

Tafsir adalah kunci untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam Al-Qur'an. Tanpa tafsir orang tidak akan bisa membuka gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada di dalamnya, sekalipun orang-orang berulangkali mengucapkan lafazh Al-Qur'an dan membacanya disepanjang pagi dan petang.

Qari Tujuh Yang Masyhur

Qari Tujuh Yang Masyhur

Para Qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya, dan menyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW.

Qira'at yang mutawatir semuanya kita kutip dari para qari yang hafal Al-Qur'an dan terkenal dengan hafalan serta ketelitiannya. Mereka ialah imam-imam qira'at yang masyhur yang meyampaikan qira'at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang kitabullah Al-Qur'an sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baiknya orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya".

Syaikh Abul Yusri 'Abidin telah menyebutkan nama-nama qari dalam dua bait sya'ir:

Nafi', Ibnu Katsir, 'Ashim dan Hamzah, Abu 'Amer, Ibnu 'Amir dan Kisaiy.
Itulah tujuh Imam yang tak diragukan lagi.

1. Ibnu 'Amir

Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah seorang tabi'in, belajar qira'at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam qira'atnya adalah Hisyam dan Ibnu Dzakwan.

Dalam hal ini pengarang Asy-Syathiby mengatakan: "Damaskus tempat tinggal Ibnu 'Amir, di sanalah tempat yang megah buat Abdullah. Hisyam adalah sebagai penerus Abdullah. Dzakwan juga mengambil dari sanadnya.

2. Ibnu Katsir

Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah imam dalam hal qira'at di Makkah, ia adalah seorang tabi'in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.

Asy-Syathiby mengemukakan: "Makkah tempat tinggal Abdullah. Ibnu Katsir panggilan kaumnya. Ahmad al-Bazy sebagai penerusnya. Juga..... Muhammad yang disebut Qumbul namanya.

3. 'Ashim al-Kufy

Nama lengkapnya adalah 'Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi'in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu'bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H.

Kitab Syathiby dalam sya'irnya mengatakan: "Di Kufah yang gemilang ada tiga orang. Keharuman mereka melebihi wangi-wangian dari cengkeh Abu Bakar atau Ashim ibnu Iyasy panggilannya. Syu'ba perawi utamanya lagi terkenal pula si Hafs yang terkenal dengan ketelitiannya, itulah murid Ibnu Iyasy atau Abu Bakar yang diridhai.

4. Abu Amr

Nama lengkapnya adalah Abu 'Amr Zabban ibnul 'Ala' ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.

Asy-Syathiby mengatakan: "Imam Maziny dipanggil orang-orang dengan nama Abu 'Amr al-Bashry, ayahnya bernama 'Ala, Menurunkan ilmunya pada Yahya al-Yazidy. Namanya terkenal bagaikan sungai Evfrat. Orang yang paling shaleh diantara mereka, Abu Syua'ib atau as-Susy berguru padanya.

5. Hamzah al-Kufy

Nama lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu 'Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba 'Ikrimah ibnu Rabi' at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu 'Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja'far al-Manshur tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Salim.

Syatiby mengemukakan: "Hamzah sungguh Imam yang takwa, sabar dan tekun dengan Al-Qur'an, Khalaf dan Khallad perawinya, perantaraan Salim meriwayatkannya.

6. Imam Nafi.

Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na'im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi' berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.

Syaikh Syathiby mengemukakan: "Nafi' seorang yang mulia lagi harum namanya, memilih Madinah sebagai tempat tinggalnya. Qolun atau Isa dan Utsman alias Warasy, sahabat mulia yang mengembangkannya.

7. Al-Kisaiy

Nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.

Syathiby mengatakan: "Adapun Ali panggilannya Kisaiy, karena kisa pakaian ihramnya, Laits Abul Haris perawinya, Hafsah ad-Dury hilang tuturnya.

Ahli Tafsir Golongan Sahabat

Ahli Tafsir Golongan Sahabat

Beberapa ahli tafsir yang memiliki kemampuan baik dan cukup berpengaruh dalam perkembangan ilmu tafsir.

Imam Suyuthy dalam kitabnya Al-Itqan mengatakan: "Kalangan sahabat yang populer dengan tafsir ada sepuluh; khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu Ka'ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-'Asy'ari dan Abdullah bin Zubair. Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnya tentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a. sedang dari tiga khalifah yang lain hanya sedikit sekali, karena mereka lebih terdahulu wafatnya.

Sebab sedikitnya riwayat dari ketiga orang sahabat yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman, dapat ditinjau kembali dari pendapat As-Suyuthy, yaitu karena pendeknya masa jabatan mereka disamping mereka meninggal lebih dahulu. Dari segi yang lain karena mereka bertiga hidup pada suatu masa dimana kebanyakan penduduk mengetahui dan pandai tentang Kitabullah, sebab mereka selalu mendampingi Rasulullah SAW. Karenanya, mereka mengerti dasar rahasia-rahasia penurunan, lagi pula mengetahui makna dan hukum-hukum yang terkandung dalam ayatnya. Sedang Ali r.a. hidup berkuasa setelah khalifah yang ketiga, yaitu pada masa dimana daerah Islam telah meluas. Banyak orang-orang luar Arab yang memeluk Islam sebagai agama baru. Generasi keturunan shahabat banyak yang merasa perlu untuk mempelajari Al-Qur'an serta memahami rahasia-rahasia dan hikmah-hikmahnya. Karena itu wajarlah riwayat daripadanya begitu banyak melebihi riwayat yang dinukil dari tiga khalifah lainnya.

Berikut ini kami akan membicarakan sedikit terperinci tentang kalangan sahabat yang terkenal dengan tafsir Al-Qur'annya.

a. Abdullah Ibnu Abbas

Abdullah Ibnu Abbas adalah orang yang ternama dikalangan ummat Islam. Ia adalah anak paman Rasulullah SAW, yang pernah dido'akan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata-kata, "Ya Allah berilah pemahaman tentang urusan agama dan berilah ilmu kepadanya lentang ta'wil". Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur'an. Ibnu Mas'ud berkata, "Penterjemah Al-Qur'an yang paling baik adalah Abdullah bin Abbas." Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur'an. Pada waktu beliau masih berusia muda, para pemuka sahabat mereka telah menyaksikan kebolehannya bahkan ia dapat menandingi mereka pula dapat menggugah keajaiban mereka dengan usianya yang sangat muda. Umar r.a. pernah mengikutsertakan Abdullah dalam Majelis Permusyawaratan bersama-sama dengan tokoh-tokoh Sahabat untuk bermusyawarah. Ia seringkali disodori permasalahan. Karena Umar menampilkan Ibnu Abbas maka agak sedikit mengundang perdebatan dikalangan sahabat. Diantara mereka ada yang mengatakan "Kenapa anak kecil ini dimasukkan bersama-sama kita". Kami punya anak yang lebih besar/tua umurnya dibanding dengan dia.

Dia mempunyai biografi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur'an sebagai berikut:

Riwayat Al-Bukhari

Al-Bukhari meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jabir, dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: "Umar mengikutkanku bersama tokoh-tokoh perang Badar. Dikalangan mereka ada yang bertanya dalam dirinya, lalu mengemukakan pendapat; "Kenapa anak ini diikutsertakan bersama kami padahal kami sungguh mempunyai anak yang seusia dengannya?" Umar menjawab: Dia adalah seorang yang sudah kalian ketahui, ia adalah orang yang terkenal kecerdasannya dan pengetahuannya. Pada suatu ketika, Umar memanggil mereka dan mengikutkanku bersama mereka hanya sekedar diperkenalkan kepada mereka. Tiba-tiba Umar (memberi kesempatan pada mereka untuk bertanya) berkata: "Apakah pendapat sekalian tentang firman Allah: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (QS. An-Nashr: 1).

Sebagian mereka ada yang berpendapat: "Kami diperintah menuju Allah dan meminta ampun pada-Nya, tatkala kami dibantu oleh-Nya dan diberi kemenangan". Sebagain mereka yang lain bungkam seribu bahasa. Umar bertanya kepadaku: Bagaimana dengan pendapatmu (hai Ibnu Abbas). Aku jawab: "Tidak benar! Lalu menurut anda bagaimana?" Aku menjawab:

"Persoalannya adalah tentang ajal Rasulullah SAW dimana Allah memberitahukan kepadanya".

+Ia (Ibnu Abbas) menafsirkan/penaklukan Makkah. Itu adalah suatu tanda tentang ajalmu (hai Muhammad) karena itu bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan istighfarlah (mohon ampun) kepada-Nya. Sungguh ia adalah Penerima Taubat". Seraya Umar berkata: "Demi Allah, saya tidak mengetahui kandungannya sebelum engkau jelaskan".

Kisah tersebut menyatakan begitu hebatnya daya kemampuan pemahaman serta pendapat Ibnu Abbas dalam menyimpulkan petunjuk Al-Qur'an yang tidak dapat diketahui kecuali oleh orang-orang yang mendalam ilmu pengetahuannya. Tidaklah aneh kalau Ibnu Abbas menempati kedudukan yang tinggi dalam memahami rahasia kandungan Al-Qur'an karena Rasul telah mendo'akannya agar dia diberi pemahaman dan pendalaman dalam urusan Agama sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas sendiri dimana ia berkata: Rasul menyekapku seraya beliau bersabda:

"Ya Allah berilah ia pemahaman dalam urusan Agama dan berilah ia pengetahuan tentang ta'wil".

Dalam riwayat lain redaksionalnya: "Ya Allah berilah ia pengetahuan tentang hikmah pengetahuan yang sungguh mendalam". Ibnu Abbas dikenal dengan sebutan lautan karena begitu luas ilmunya. Diriwayatkan bahwa salah seorang datang kepada Abdullah bin Umar, ia menanyakan tentang langit dan bumi semula bersatu kemudian keduanya kami belah. Ibnu Umar menjawab: "Datanglah kepada Ibnu Abbas dan tanyakanlah kepadanya." Setelah anda tanyakan, kembali lagi dan jelaskan kepadaku". Orang tersebut pergi bertanya kepada Ibnu Abbas dan ia memberikan jawaban: "Langit bersatu (ratqan) maksudnya tidak turun hujan, dan yang dimaksud dengan bumi ratqan tidak tumbuh tanaman/gersang, kemudian Ia (Allah) menurunkan hujan dan menumbuhkan tanaman-tanaman.

Setelah itu orang tersebut kembali kepada Ibnu Umar untuk memberitahukan hasilnya, seraya berkata: "Aku dulu telah mengatakan dengan geleng kepala karena keberanian Ibnu Abbas dalam hal menafsirkan Al-Qur'an, sekarang aku telah mengetahui benar bahwa ia telah dikaruniai ilmu".

Diriwayatkan pula bahwa Umar ibnu Khattab pada suatu ketika bertanya kepada Sahabat-sahabat Nabi: "Siapa yang menjadi sebab turunnya ayat di bawah ini, menurut pendapat kalian?" Seraya Umar membacakan ayat: "Apakah ada salah seorang diantaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur……" (QS. Al-Baqarah: 66)

Mereka menjawab: "Allah Yang Maha Tahu". Umar marah seraya berkata: "Jawab! Tahu atau tidak!" Ibnu Abbas menjawab: "Ada sedikit yang tergores dalam hatiku". Umar berkata: "Hai anak saudaraku, katakanlah dan janganlah anda merasa minder/rendah diri". Ibnu Abbas berkata: "ayat itu dijadikan suatu contoh perbuatan". Umar berkata: "Perbuatan apa?". Ibnu Abbas menjawab: "Seorang yang kaya lagi taat kepada Allah, ia didatangi oleh syaitan, dan terperdaya untuk melakukan maksiat sehingga amal perbuatannya tenggelam". (HR. Al-Bukhari).

Semuanya itu berikut dengan contoh-contohnya adalah menyatakan tentang keistimewaan ilmu pengetahuan Ibnu Abbas dan pemahamannya yang begitu luas sejak beliau berusia muda. Oleh karena itu ia tergolong dalam barisan tokoh pembesar Sahabat, ia sebagai pemuka umat yang sangat pandai dengan disaksikan oleh kalangan Sahabat itu sendiri.

Guru-guru Ibnu Abbas

Diantara Guru-guru besar yang mengajar ilmu kepada Ibnu Abbas selain Rasulullah SAW, yang mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap daya pikiran dan kebudayaannya, antara lain Umar Ibnu Khattab, Ubay ibnu Ka'ab, Ali Ibnu Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit. Kelima orang tersebut adalah guru-gurunya yang tetap. Dari merekalah hampir semua ilmu dan budayanya didapat. Mereka sangat berpengaruh dalam mengarahkan Ibnu Abbas kepada masalah ilmu pengetahuan yang sangat mendalam.

Murid-murid Ibnu Abbas

Banyak dari kalangan Tabi'in yang mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas. Diantara mereka yang paling terkenal adalah murid-muridnya yang menukil tafsir dan ilmunya yang melimpah ruah. yaitu: Sa'id Ibnu Jubair, Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, Atha' ibnu Abi Rabbah. Mereka itu adalah murid-murid yang paling terkenal dimana mereka memindahkan lembaga ilmiah, buah pena Ibnu Abbas ke dalam tafsir yang sampai pada kita sekarang.

b. Abdullah Ibnu Mas'ud

Sahabat lain yang terkenal sebagai ahli tafsir dan menukilkan atsar (hadits) Rasul kepada kita ialah Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Ia adalah salah seorang yang pertama untuk Islam. Usia beliau pada waktu itu enam tahun, dimana belum ada di muka bumi ini seorang anak yang masuk Islam selain dia. Ia adalah seorang pembantu Rasulullah SAW, sering memakaikan sandalnya dan sarung, pergi bersama-sama beliau sebagai penunjuk jalan. Dari segi hubungan kenabian ia adalah seorang yang sangat baik lagi pula terdidik. Karena pertimbangan itulah sahabat lain memandangnya sebagai seorang sahabat yang lebih banyak mengetahui bidang Kitabullah Al-Qur'an, mengetahui tentang muhkam dan mutasyabih, halal dan haram.

As-Suyuthy mengatakan: "Yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud tentang tafsir adalah lebih banyak daripada yang diriwayatan dari Ali.......".

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud: "Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya. tidak ada satu suratpun yang diturunkan oleh Allah yang tidak saya ketahui dimana turunnya. Tidak ada satu ayat Al-Qur'an pun yang tidak saya ketahui dalam kasus apa diturunkannya. Kalau aku tahu ada seorang yang lebih tahu dariku tentang Kitab Allah dan bisa ditempuh dengan kendaraan unta, niscaya akan kudatangi rumahnya.....". Diriwayatkan oleh para Tabi'in daripadanya